|

Kuasa Hukum Korban Penganiayaan Anak Minta Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Evaluasi SMA Negeri 1 Gunungsitoli

 KASUS BULLYING DI SMA NEGERI 1 GUNUNG SITOLI BERGULIR DI POLRES GUNUNG SITOLI



Deliserdang, zaitun.co.id -  Kasus penganiayaan salah seorang siswa SMA Negeri di kota Gunungsitoli berhasil di tetapkan status sebagai pelaku anak oleh Polres Nias. Melalui kuasa hukum pelapor/korban Seven Zebua menyampaikan kepada awak media bahwa atas kasus dugaan penganiayaan anak siswa salah satu SMA Negeri di Kota Gunungsitoli beberapa waktu yang lalu telah di tetapkan 4 orang status sebagai pelaku anak, hal tersebut di ketahui berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan dan surat pemberitahuan penetapan anak yang di  berikan oleh penyidik kepada pelapor pada hari kamis 23 Januari 2024. Dalam surat tersebut di ketahui para pelaku anak di sangkakan Pasal 80 ayat (2) subs Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 Jo Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No.  23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 
Kami mengapresiasi kerja keras polres Nias dalam mengungkap kasus ini, dan berharap agar proses hukum yang sedang berlangsung dilakukan secara profesional sehingga semua pihak dapat menghormatinya. (Pungkas advokat muda ini)
 


Ditempat yang sama, Hisar Purba menyampaikan permulaan kasus ini yang terjadi di salah satu SMA Negeri di Kota Gunungsitoli sempat viral di media sosial dan sempat di bantah oleh pihak sekolah melalui akun Facebook Lahagu Hezatulo yang mengaku humas SMA Negeri 1 Gunungsitoli bahwa permasalahan tersebut telah diselesaikan pihak sekolah bersama orang tua korban dan orang tua pelaku. Hal ini sangat disayangkan karena pernyataan/klarifikasi yang di sampaikan pihak sekolah tidak sesuai kebenarannya, sehingga permasalah ini berujung pada proses hukum di Polres Nias. Kami berharap dinas pendidikan Provinsi Sumatera Utara melakukan evaluasi terhadap pihak sekolah SMA Negeri 1 Gunungsitoli, sekaligus dapat memberikan sanksi yang tegas agar tidak terulang lagi hal semacam ini di kemudian hari. (Terang advokat muda dari kantor hukum Lazzaro Law Firm ini).
Diketahui, sebelumnya kasus penganiayaan anak di salah satu SMA Negeri di kota Gunungsitoli sempat diberitakan setelah viral dimedia sosial, hal ini menjadi perhatian masyarakat karena terjadi di lingkungan sekolah.

Ketua DPP Forum Transparansi Masyarakat Indonesia (Formasi)  G. Seniman S.Pd, M.Pd turut memberi reaksi terkait kejadian tersebut.  Seniman menyesalkan adanya dugaan perbuatan tindak pidana di dalam lingkungan sekolah. Seniman menjelaskan bahwa  Idealnya Sekolah adalah tempat yang nyaman bagi anak untuk melakukan aktivitas belajar yang ramah anak, lalu bila terjadi tindakan menyakiti atau istilah yang kita kenal adalah bullying atau  perundungan. bullying merupakan suatu bentuk kekerasan yakni mengacu pada ketentuan Pasal 6 Permendikbud 46/2023 yang menjelaskan bahwa kekerasan di sekolah dapat dilakukan secara fisik, verbal, nonverbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang terdiri atas: kekerasan fisik; kekerasan psikis; perundungan. pelaku bullying di sekolah, adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. 

Terkait dengan kewajiban sekolah secara hukum untuk melindungi siswanya dari tindakan bullying, hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU 35/2014 yang berbunyi: Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

Lebih lanjut, Pasal 54 UU 35/2014 juga menerangkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dan perilaku yang yang beragam di tunjukkan dari ratusan atau bahkan ribuan siswa dalam satu sekolah; pertama, dengan beragam karakter dan didikan diluar sekolah acap kali membuat para guru gelabakan dalam hal mengantisipasi tingkah laku anak akibatnya sering terabaikan perilaku-perilaku yang tak tampak secara dominan, namun bukan alasan untuk tidak memperhatikan. Tanggung jawabnya yang besar, seorang guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang kondusif serta membangun hubungan baik dengan siswa dan orang tua, lalu pemahaman guru tentang pendidikan karakter, prioritas nilai-nilai karakter dan metode yang digunakan untuk penerapan nilai-nilai karakter, dan peranan tiga elemen utama dalam mendukung pendidikan karakter agar siswa berperilaku sesuai norma dan memiliki empati. sekolah memiliki peraturan dan tata tertib yang harus di laksanakan di sekolah sebagai pedoman atau SOP dalam lingkungan satuan pendidikan, Guru sebagai pendidik, pengajar dan terlebih sebagai pembentuk karakter anak.  itu makanya kita menyesalkan masih terjadinya kekerasan fisik dalam lingkungan sekolah. 

Terkait dengan kasus diatas harusnya tahapan yang harus di ambil pihak sekolah adalah mediasi atau penyelesaian dengan kekeluargaan dengan seluruh keluarga pihak yang menjadi korban dan pelaku kekerasan bersama sama dengan pihak pihak lainnya yang dianggap dapat menyelesaikan persoalan tersebut, dan juga sekolah harus memastikan bahwa kasus tersebut dapat terselesaikan dengan baik agar tidk berdampak pada hukum, manfaatnya adalah agar baik korban maupun pelaku tetap dapat melaksanakan PBM dan menjaga keharmonisan di lingkungan sekolah.

Menurut informasi yang saya dapatkan bahwa bahwa Pihak sekolah telah melakukan pertemuan, tetapi tidak secara konkrit seperti apa pertemuan tersebut, sehingga kasus tersebut bergulir hingga berujung pada penetapan tersangka oleh kepolisian, ini kan miris. Perlu diketahui bahwa sekolah berkewajiban memberikan perlindungan kepada anak di lingkungan sekolah, ini aturannya: Terhadap pihak sekolah yang tidak melakukan upaya pencegahan atau perlindungan terhadap siswa dari tindankan bullying, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur di dalam undang undang perlindungan anak beserta perubahannya. Pasal 76C UU 35/2014 menyatakan bahwa: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, Oleh sebab itu DPP Formasi meminta agar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara mencopot kepala sekolah tersebut, hal ini bukan tanpa alasan, kemampuan managerial kepala sekolah tidak dipahami secara mumpuni, bagaimana bisa anak didik mencapai cita-cita bila kasus seperti ini yang juga merupakan atensi pemerintah masih terjadi didaerah yang masih kental budaya kekerabatan. sebut Seniman. 

Komentar

Berita Terkini